Rabu, 19 November 2014

Makalah Mikrobiologi Pangan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.        Latar Belakang
Mikrobiologi pangan adalah suatu ilmu yang mempelajari makhluk hidup yang sangat kecil yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan lensa pembesar atau mikroskop. Makhluk yang sangat kecil tersebut disebut mikroorganisme atau mikroba, dan ilmu yang mempelajari tentang mikroba yang sering ditemukan pada pangan disebut mikrobiologi pangan. Yang dimaksud dengan pangan disini mencakup semua makanan, baik bahan baku pangan maupun yang sudah diolah.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dari bahan pangan, karena demi kelangsungan hidupnya. Seiring perkembangan zaman telah dilakukan penelitian mengenai Keberadaan mikroba pada makanan. Ada yang tidak berbahaya bagi manusia, beberapa mikroba mengakibatkan kerusakan makanan, menimbulkan penyakit, dan menghasilkan racun. Mikroba dapat juga menguntungkan, misalnya: menghasilkan produk-produk makanan khusus. Makanan merupakan medium pertumbuhan yang baik bagi berbagai macam mikroba. Mikroba dapat membusukkan protein, memfermentasikan karbohidrat, dan menjadikan lemak atau minyak. Pengolahan bahan pangan antara lain meliputi: pengendalian mikroba dalam bahan pangan, prinsip pengawetan bahan pangan, metode-metode pengawetan bahan pangan, serta fermentasi dan produk-produk olahan hasil fermentasi. Kandungan mikroba di bahan pangan dapat memberikan keterangan yang mencerminkan mutu bahan mentahnya, keadaan sanitasi pada pengolahan pangan tersebut serta keefektifan metode pengawetannya.






1.2.        Tujuan penulisan
1.    Untuk mengetahui pentingnya mikroba dalam bahan pangan
2.    Untuk mengetahui flora mikroba pada bahan pangan.
3.    Untuk mengetahui bagaimana pengendalian mikroba dalam bahan pangan
4.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud fermentasi
5.    Untuk mengetahui  ekologi kerusakan pangan oleh mikroba
6.    Untuk mengetahi apa saja bentuk-bentuk kerusakan bahan pangan
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Pentingnya Mikrobiologi Pangan.
Bahan makanan merupakan salah satu tempat yang paling memungkinkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. beberapa alasan yang mendasari pentingnya mikroorganisme dalam bahan makanan, yaitu:
1.    Adanya mikroorganisme, terutama jumlah dan macamnya dapat menentukan taraf mutu bahan makanan.
2.    Mereka dapat mengakibatkan kerusakan pangan.
3.    Beberapa diantaranya digunakn untuk membuat produk-produk pangan khusus.
4.    Mikroorganisme digunakan sebagai makanan atau makanan tambahan bagi manusia dan hewan.
5.    Beberapa penyakit dapat berasal dari makanan.
(Pratiwi, 2006).
Mikroorganisme sebagai indikator mutu.
Kandungan mikroorganisme suatu spesimen pangan  dapat memberikan keterangan yang mencerminkan bahan mentahnya, keadaan sanitasi pada pengelolahan pangan tersebut, serta keefektifan metode pengawetannya (Irianto, 2006:181).
 Untuk membantu memastikan bahwa suatu bahan makanan itu murni, tidak berbahaya bagi kesehatan, dan memenuhi persyaratan mutu yang dituntut, maka badan-badan internasional, Negara, maupun swasta telah didirikan untuk menyelenggarakan dan mengawasi standar, peraturan, dan inspeksi pangan. Beberapa badan dibawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyatakan minatnya terhadap suplai pangan dunia, termasuk kesehatan pangan. Badan-badan ini meliputi :
a.    Organisasi Pangan dan Pertanian atau “Food and Agriculture Organization (FOA)”
b.    Organisasi Kesehatan Dunia atau “World Health Organization (WHO)”
c.    Dana Darurat Kanak-Kanak Sedunia atau “International Children’s Emergency Fund (UNICEF)
(Irianto, 2006:182).
Walaupun badan-badan itu bukan merupakan badan penyelenggara atau pengawas, mereka mempunyai minat bersama terhadap panan yang aman dan baik untuk kesehatan (Irianto, 2006:182).

2.2  Flora Mikroba Pada Bahan Pangan.
Bahan makanan alamiah mempunyai mikrobiota normal beberapa diantara dari jasad renik ini berasal dari lingkungan yang masuk kedalam makanan selama penanganan, pengolahan, dan penyimpanan (Pelczar & chan, 2009:903).

A.    Susu
Pada saat pemerahan susu pada hewan yang sehat seperti kuda, kambing dan sapi, susu mengandung mikroorganisme yang telah memasuki saluran putting, jasad-jasad renik itu terbilas bersama susu selama berlangsung pemerahan menurut laporan jumlah yang ada pada waktu pemerahan berkisar antara beberapa ratus sampai beberapa ribu per milliliter dari waktu pemerahan sampai dituang kewadah-wadah segala sesuatu yang bersinggungan dengan air susu tersebut merupakan potensial bagi lebih banyak lagi mikroorganisme.
Mikroorganisme yang terdapat dalam susu dibagi kedalam kategori  berdasarkan 3 ciri utama; ciri biokimiawi, ciri suhu dan patogenisitas ( Pelczar & chan, 2009:903).




-       Ciri-ciri biokimiawi.
apabila di biarkan dalam keadaan yang memungkinkan pertumbuhan bakteri, susu mentah dengan mutu kesehatan yang baik akan memberikan rasa asam yang khas. perubahan ini terutama di sebabkan oleh Streptococcus lactis  dan spesies-sepesies tertentu  Laktobasilus tertentu perubahan utama yang terjadi ialah fermentasi laktose  asam laktat. tipe perubahan ini kadang-kadang disebut sebagai fermentasi normal susu. organisme lain dapat menyebabkan perubahan yang menghasilkan produk-produk akhir yang tidak enak di makan( Pelczar & chan,2009:903).
-       Ciri-ciri suhu.
bakteri yang terdapat dalam susu dapat digolongkan berdasarkan suhu pertumbuhan dan ketahanannya terhadap panas. Pertimbangan ini amat praktis, karena suhu rendah digunakan untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan microba, memusnahkan patogen dan secara umum memperbaiki mutu penyimpanan susu. berdasarkan pada persyaratan suhu, tipe bakteri yang dijumpai dalam susu ialah psikropilik, mesofilik, termofilik, dan termodurik. Karena beberapa bakteri psikrofilik tertentu tumbuh pada suhu sedikit di atas suhu beku dan beberapa bakteri termofilik tumbuh di atas suhu 65  Maka suhu penyimpanan susu akan menentukan spesies  mana yang akan tumbuh dan menjadi dominan ( Pelczar & chan, 2009:904).
Gambar 2.1 Streptococcus lactis (A)  dan S. cremoris (B), dua spesies bakteri fermentatif yang penting pada susu dan produk susu. Sumber : (Pelczar & chan,2009:904)

Gambar 2.2 Lactobacillus fermenti, salah satu laktobasilus heterofermentatif. Bakteri ini menghasilkan suatu campuran asam dan berperan dalam fermentasi normal susu, tidak patogenik. Sel-selnya mempunyai panjang yang beragam bersifat gram positif, nonmotil, dan tidak berbentuk spora.
Sumber : (Pelczar & chan, 2009:904).

Tabel 2.1 .Tipe-tipe biokimiawi mikroorganisme susu.
Tipe biokimiawi
Mikroorganisme
Mewakili
Sumber mikro-
Organism
Substansi yg difermentasi dan hasil akhir
Penghasil asam
Streptokokus
Perabotan persusuan ‘’silage’’
Laktose difermentasikan menjadi asam laktat (homofermentatif) atau asam laktat dan produk lain seperti asam asetat, etil alcohol, dan karbondiokside (hetero fermentatif)

Laktobasilus
Makanan ternak ‘’silage’’ pupuk kandang
Sama seperti streptokokus

Mikrobakteri
Pupuk kandang perabotan persusuan dan produk persusuan
Laktose di di fermentasi menjadi asam laktat dan produk akhir lain tidak menghasilkan asam sebanyak sterptokokus dan laktobasilus

Koliform
Pupuk kandang, air tercemar, tanah dan tumbuhan
Laktose difermentasi menjadi campuran hasil akhir : asam, gas, produk netral

Mikrokokus
Saluran kelenjar susu sapi perabotan persusuan
Sedikit asam dari laktose (fermentasi lemah) proteoritik lemah
Penghasilan gas
Koliform clostridium butyricum torula cremoris
Tanah, pupuk kandang, air, makanan ternak
Laktose difermentasi dengan aumulasi gas (campuran karbon diokside dan hidrogen atau hanya karbon diokside dalam hal fermentasi khamir)
Fermentasi yang menyerabut (ropy atau stringy)
Alcalignes viscolactis enterobacter aerogenes streptococcus cremoris
Tanah, air, tumbuhan ternak
Organisme mensintetis bahan polisakaride kental yang membentuk lapisan lender atau kapsul pada sel; susu dapat menjadi kental.
Proteolitik
Bacillus spp. pseodomonas spp.
proteus spp. streptococcus liquefaciens
Tanah, air, perabotan
Organism proteolitik merombak kasein menjadi peptide yang dapat di uraikan lebih lanjut menjadi asam amino; proteolitis dapat didahului oleh koagulasi kasein oleh enzim renin; produk akhir dapat memberikan rasa yng tidak enak dan warna
Lipolitik
Pseudomonas spp.achromobacter lipolyticum candida lipolitica penicillium spp.
Tanah, air, prabotan






Organism lipolitik menghidrolisis susu dan lemak menjadi gliserol dan asam lemak menyebabkan tengik
Sumber : ( Pelczar & chan, 2009:905).

Diindustri persusun, bakteri termodurik dianggap sebagai kelompok bakteri yang tidak mati oleh pasteurisasi tetapi tidak tumbuh pada suhu pasteurisasi. mereka dapat mencemari peralatan persusan sehingga sejumlah susu mentah berikutnya yang diolah dengan peralatan yang sama akan sangat tercemar ( Pelczar & chan, 2009:906).
Patogenisitas Mikroorganisme patogenik dapat masuk ke dalam susu dari beberapa sumber dan bila tidak di musnahkan akan menyebabakan penyakit. Ditinjau dari segi pengaturan dan pengawasan terhadap produksi, pengolahan dan distribusi kini susu dan produk persusuan diangap sebagai makanan teladan ( Pelczar & chan, 2009:906).



Table 2.2 Pengaruh suhu penyimpanan susu mentah terhadap jumlah dan tipe bakteri 
Suhu
Perubahan suhu
Organism yang dominan
1-4
Penurunan perlahan ada beberapa hari pertama diikuti dengan kenaikan bertahap
Psikrofil sejati, misalnya spesies-spesies achromochter, flavobacterium, pseudomonas dan alcalignes
4-10
Sedikit perubahan dalam jumlah selama   hari-hari pertama diikuti dengan pertambahan jumlah yang cepat setelah 7-10 hari atau lebih
Sama dengan di atas; perubahan-perubahan yang tejadi pada waktu penyimpanan ialah keadaan menyerabut (ropiness), pengentalan, manis,proteolisis dan lain-lain.
10-20
Pertumbuhan jumlah epat sekali; tercapai opulasi yang berlebihan dalam beberapa hari atau kurang
Terutama pembentukan gas seperti streptokokus laktat
20-30
Terbentuk populasi tingi dalam beberapa jam
Streptokokus laktat, koliform, dan tipe-tipe mesofilik lain; disamping asam mungkin ada gas ras tidak enak dan sebagainya
30-37
Terbentuk populasi tinggi dalam beberapa jam
Kelompok koliform
Sumber: ( Pelczar & chan, 2009:907).
Sumber mikroorganisme patogenik yang terdapat dalam susu dapat berasal dari sapi atau manusia dan dapat disebar pindahkan melalui beberapa rute sebagai berikut:
1.    Patogen dari sapi yang terinfeksi susu  manusia atau sapi. contohnya ialah penyebab tuberculosis, bruselosis dan mastitis.
2.    Patogen dari manusia (terinfeksi atau pembawa)  susu  manusia. contohnya ialah penyebab demam tifoid, difteri, disentri, dan penykit jengkring ( Pelczar & chan, 2009:907).

B.    Sayur-sayuran dan buah- buahan
Bagian sebelah dalam jaringan tanaman yang sehat biasanya bebas mikroorganisme tetapi permukaannya dapat tercemari berbagai mikroorganisme. Taraf pencemaran oleh mikrobe itu tergantung oleh lingkungan tempat diambilnya sayuran atau buah tersebut.,metode penanganan  serta waktu dan kondisi penyimpanan. faktor kedua yang memungkinkan terjadinya pencemaran oleh mikroba ialah penanganan selepas panen ( Pelczar & chan, 2009:908).
C.   Unggas
Daging unggas segar mempunyai flora bakteri yang biasanya terdapat pada unggas hidup dan pencemaran yang terjadi pada waktu penyembelihan, pengulitan, dan pembersihan isi perutnya. Pada keadaan yang bersih dan sehat, hitungan bakteri menurut laporan berkisar 1000 bakteri per sentimeter persegi permukaan kulit, sedangkan pada keadaan yang kurang bersih hitungan tersebut dapat bertambah 100 kali lipat atau lebih (Pelczar & chan, 2009:908).
D.   Telur
Bagian sebelah dalam telur yang baru keluar  biasanya bebas dari mikroorganisme; banyaknya microbe yang kemudian yang dikandungnya ditentukan oleh kebersihan selama penyimpanannya, seperti suhu dan kelembapan. Mikroorganisme terutama bakteri dan kapang, dapat memasuki kulit ketika lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur yang sudah rusak ( Pelczar & chan, 2009:909).

E.    Makanan laut
Flora mikroba pada tiram, remis, ikan, dan makhluk akuatik lain yang baru ditangkap sebagian besar mencerminkan kualitas mikrobial tempat ditangkapnya hewan-hewan tersebut (Pelczar & chan, 2009:909).
F.    Daging
Bangkai hewan yang disembelih untuk diambil dagingnya dan disimpn dalam kamar pendingin mungkin sekali mendapat kontaminasi permukaan oleh berbagai mikroorganisme dari berbagai sumber seperti udara, petugas dan peralatan ( Pelczar & chan, 2009:909).

Table 2.3 Jenis-jenis mikroorganisme yang dimanfaatkan untuk meningkatkan produk pangan.
No.
Bahan Pangan
Mikroorganisme
Golongan
Produk
1
Susu
Lactobacillus bulgaricus
Streptococcus termophillus
Streptococcus lactis
Panicillium requiforti
Propioni bacterium
Lactobacillus casei
Bakteri
Bakteri
Bakteri
Jamur
Bakteri
Bakteri
Yoghurt
Yoghurt
Mentega
Keju
Keju Swiss
Susu asam
2
Kedelai
Rhizopus oligosporus
Rhizopus stoloniferus
Rhizopus oryzae
Aspergillus oryzae
Jamur
Jamur
Jamur
Jamur
Tempe
Tempe
Tempe
Kecap
3
Kacang tanah
Neurospora sitophyla
Jamur
Oncom
4
Beras
Saccharomyces cereviseae
Endomycopsis fibulegera
Jamur
Jamur
Tape Ketan
5
Singkong
Saccharomyces elipsoides
Endomycopsis fibulegera
Jamur
Jamur
Tape singkong
6
Air kelapa
Acetobacter xylinum
Bakteri
Nata de coco
7
Tepung gandum
Saccharomyces elipsoides
Jamur
Roti
8
Kubis
Enterobacter sp.
Bakteri
Asinan
9
Padi-padian atau umbi-umbian
Saccharomyces cereviseae
Saccharomyces caelsbergensis
Jamur
Minuman beralkohol
10
Mikroorganisme
Spirulina
Chlorella
Alga bersel satu
Protein sel tunggal
Sumber: (Cherypa. 2012).
2.3  Pengendalian Mikroorganisme dalam Bahan Makanan
Sebagian besar bahan makan akan segera di rombak atau dirusak oleh mikroorganisme, kecuali apabila diawetkan. Metode-metode pengawetan bahan makanan dapat dirangkum sebagai berikut ( Pelczar & chan, 2009:910).
1.    Penangan aseptik
2.    Penyingkiran mikroorganisme
3.    Suhu tinggi
- pendidihan
- uap bertekanan
- pasteurisasi  
4.    Suhu rendah
- penyimpanan dalam lemari es
- penyimpanan beku
5.    Dehidrasi
6.    Menaikkan tekanan osmotik
- dalam gula pekat
- dalam larutan garam
7.    Bahan kimia
- Asam organik
 - Substansi yang terbentuk selama pengolahan (pengasapan)
- Substansi yang dihasilkan oleh fermentasi microbial
8.    Radiasi
- Ultraviolet
- Gama
Semua metode pengawetan bahan makanan didasarkan pada satu atau lebih prinsip berikut :
1.menghilangkan atau mencegah kontaminasi
2.menghambat pertumbuhan metabolisme mikrobe
3. Mematikan mikroorganisme ( Pelczar & chan, 2009:910).

1.    Penanganan aseptik
Tujuan penanganan aseptik terhadap mikroba pada bahan makanan adalah mengurangi terjadinya kerusakan makanan, memudahkan dalam hal pengawetan pangan dan memperkecil adanya mikroba patogen. Pada bahan terdapat barier alami terhadap mikroba pencemar yaitu kulit telur, kulit buah dan sayuran, kulit jagung, kulit dan lemak pada daging. Proses pengemasan, pengalengan makanan yang telah diolah dan pelaksanaan metode yang memenuhi syarat kebersihan dalam menangani bahan pangan merupakan contoh penanganan aseptik (Marsha, 2014).
2.    Penyingkiaran mikroorganisme
Cairan yang dipaksa lewat cairan positif atau negatif melalui saringan ‘’tipe bakteri’’ yang steril dapat digunakan untuk menjernihkan zat-zat alir serta  menyingkirkan mikroorganisme (Pelczar & chan,  2009:911).
Metode ini umumnya digunakan pada bir, makanan berlemak, sari buah anggur dan bir (Marsha, 2014).
3.    Suhu tinggi
Merupakan salah satu metode pengawetan pangan yang paling aman dan paling dapat diandalkan. Panas digunakan secara luas untuk memusnakan organisme yang ada dalam produk dalam kaleng, botol, atau tipe wadah lain yang membatasi masuknya mikroorganisme setelah pengolahan ( Pelczar & chan, 2009:911).
-       Pengalengan
Pada tahun 1810, seorang prancis bernama Nicholas Appert telah menerbitkan L’Art de Conserver, yang menguraikan mengenai risetnya yang berhasil dalam pengawetan pangan dalam tahun yang sama  Peter Durand di anugerahi paten Inggris untuk uraian mengenai pemanfaatan wadah dari timah (kaleng) untuk pengawetan pangan ( Pelczar & chan, 2009:911).
Istilah pasteurisasi, dipasteurisasi, atau istilah-istilah yang serupa harus diartikan sebagai proses pemanasan setiap partikel susu atau produk yang terbuat dari susu sampai pada suhu sekurang-kurangnya 62,8  dan mempertahankannya terus menerus pada atau diatas suhu ini selama sekurang-kurangnya 30 menit atau sampai suhu sekurang-kurangnya 71,7 dan mempertahankannya terus-menerus pada atau diatas suhu ini selama atau sekurang-kurannya 15 detik didalam peralatan yang dipakai sebagai mana mestinya dan disetujui petugas kesehatan yang berwenang ( Pelczar & chan, 2009:912).
Tujuan pemakain pasteurisasi radiasi seperti pula pasteurisasi dengan panas ialah untuk mengurangi jumlah flora mikrobia atau meniadakan patogen.
Pembusukan oleh mikrobia dapat di hambat dengan iradiasi daya simpan bahan pangan ditentukan pula oleh perubahan – perubahan kimia dan enzimatis yang beberapa diantaranya dapat dipengaruhi dan bahkan dipercepat dengan iradiasi. Namun daya simpan bahan pangan lebih banyak ditentukan oleh kriteria mikrobiologis dari pada kerusakan kimiawi dan enzimatis ( Desrosier,1988: 357-358).
Dua metode pasteurisasi yang digunakan secara komersial ialah metode suhu rendah (low temperature holding atau LYH) dan metode suhu tinggi waktu singkat (high temperature short time atau HTST). ’’Holding method’’ atau pasteurisasi tong memanaskan suhu 62,8selama 30 menit di dalam peralatan yang dirancang secara khusus. Proses HTST menggunakan peralatan yang mampu memanaskan suhu pada 71,7  selama 15 detik. ( Pelczar & chan, 2009:914)
Dengan menggunakan system sterilisasi High Temperature Short Time (HTST) kondisi aseptic (lingkungan produksi,kemasan dan pengisian produk kedalam kemasan), dapat di pertahankan sampai akhir proses, sehingga dapat dihasilkan produk dan mutu dan nilai gizi yang lebih baik Contoh-contoh makanan lain yang dapat di pasteurisasi ialah sari buah, cuka dan bir (Seto, 2001:11)

-       Sterilisasi susu
Suatu produk susu yang steril memiliki beberapa ciri yang menarik,yaitu tidak membutuhkan penyimpanan dalam lemari es,serta dapat dalam waktu relatif lama ( Pelczar & chan, 2009:914).

4.    Suhu rendah
Suhu 0  atau lebih rendah dapat menghambat pertumbuhan dan kegiatan metabolic mikroorganisme untuk jangka waktu lama. Perlu diperhatikan betapapun rendahnya suhu yang digunakan tidak dapat diandalkan untuk mematikan semua mikroorganisme. Hitungan microbe pada kebanyakan makanan beku akan berkurang selama penyimpanan; tetapi banyak organisme seperti patogen seperti spesies-spesies salmonella, dapat bertahan hidup lama pada suhu -9 sampai -17 . Kisaran bagi pertumbuhan bakteri penyebab keracunan di perlihatkan pada gambar berikut ( Pelczar & chan, 2009:915).


  Gambar 2.3 Organisme-organisme penyebab peracunan makanan tumbuh pada    kisaran suhu yang lebih    tinggi daripada mikroorganisme psikrofilik. Sumber : (Pelczar & chan,2009:915)

                                                   
Gambar 2.4 Salmonela dan stafilokokus berkembang biak dengan cepat pada ayam a la raja (chiken a la king) dan salas ham yang diinkubasi pada pada suhu kamar. Kurva-kurva ini juga menunjukkan pertumbuhan pada suhu-suhu lain.Sumber : (Pelczar & chan,2009:916)


5.    Dehidrasi
Dehidrasi ialah peniadaan air. Proses ini dapat di lakukan dengan berbagai cara misalnya sinar matahari, pemanasan atau penggunaan gula atau garam berkonsentrasi tinggi  ( Pelczar & chan, 2009:916).

6.    Pengawetan dengan cara dehidrasi.
Dehidrasi dapat digunakan untuk mengawetkan bahan makanan terutama karena menghambat pertumbuhan mikroorganismenya sendiri tidak selalu terbunuh pertumbuhan semua mikroorganisme dapat di cegah dengan cara mengurangi kelembapan lingkungannya sampai dibawah titik kritis. Titik kritis tersebut di tentuan oleh ciri-ciri organisme yang bersangkutan dan oleh kapasitas bahan makanan untuk mengikat air sehingga tidak tersedia sebagi kelembapan bebas yang dapat di tiadakan oleh proses dehidrasi (Pelczar & chan, 2009:916-917).
-       Pengawetan dengan cara meningkatkan tekanan osmotik.
Air akan ditarik keluar dari sel miroorganisme bila sel tersebut dimasukkan kedalam larutan yang sebagian besar mengandung substansi zat terlarut seperti gula atau garam. Dengan kata lain sel tersebut mengalami dehidrasi, metabolism terhenti, dan dengan demikian memperlambat atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Tekanan osmotik dapat menghambat pertumbuhan mikrobe tetapi tidak dapat di andalkan untuk mematikan organisme (Pelczar & chan, 2009:917).

7.    Bahan kimia
Hanya beberapa macam zat kimia secara hokum diterima untuk digunakan dalam pengawetan bahan makanan. Diantara yang paling efektif ialah asam benzoat, sorbet asetat, laktat dan propionat, kesemuaan ini adalah asam organik. Asam sorbat dan propionat menghambar pertumbuhan kapang pada roti. Nitrat digunakan untuk mengawetkan daging (Pelczar & chan, 2009:917-918).

8.    Radiasi
Sterilisasi dengan radiasi merupakan suatu usaha pengawetan makanan yang sama sekali baru; cara ini membawa perubahan radikal dalam metode-metode industri untuk pengolahan pangan. Sinar ultraviolet telah digunakan untuk mengurangi atau mengaktifkan mikroorganisme, terutama kaang yang terdapat dalam udara ruangan penyimpanan serta ruang pengemasan roti, kue dan daging (Pelczar & chan, 2009:918).
Irradiasi pada daging yang digantung (untuk pemeraman dan supaya empuk) dapat mengurangi pertumbuhan mikroba pada permukaan daging. Selain itu irradiasi dapat mengurangi waktu pemeraman dari beberapa minggu pada suhu 2,2 – 330C menjadi 2-3 hari pada suhu 180C (Marsha, 2014).
Penggunaan sinar gamma yang dipancarkan dari kobalt radioaktif mampu mensterilkan berbagai macam bahan termasuk makanan yang sudah dikemas. Namun dibalik kemampuannya ternyata sinar gamma dapat berpengaruh terhadap rasa, bau, aroma, warna, tekstur dan mutu gizi pangan (Marsha, 2014).

2.4  Fermentasi.

A.    Pengertian Fermentasi
Fermentasi adalah suatu kegiatan penguraian bahan-bahan karbohidrat, sedangkan pembusukan berkenaan dengan kegiatan umum mikrobia pada bahan-bahan yang berprotein. Pada proses fermentasi biasanya tidak menimbulkan bau busuk dan biasanya menghasilkan gas karbondioksida. (Desrosier, 1988:320)
Istilah fermentasi berasal dari kata Latin Ferment yang berarti "enzim". Fermentasi adalah suatu proses penguraian zat dari molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana menggunakan fasilitas enzim pengurai, dan dihasilkan energi. Peristiwa ini sering dilakukan oleh golongan organisme tingkat rendah seperti bakteri dan ragi, sehingga peristiwa ini sering disebut juga peragian, seperti pada pembuatan tape (peuyeum). Pada proses fermentasi, glukosa diubah secara anaerob yang meliputi glikolisis dan pembentukan NAD. Fermentasi menghasilkan energi yang relatif kecil dari glukosa. Fermentasi dibedakan menjadi dua tipe reaksi, yakni fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat. (Anonym, 2014)
-       Fermentasi Alkohol: Pada fermentasi alkohol, asam piruvat diubah menjadi etanol atau etil alkohol melalui dua langkah reaksi, langkah pertama dengan pembebasan CO2 dari asam piruvat yang kemudian diubah menjadi asetaldehida, dan langkah kedua dengan reaksi reduksi asetaldehida oleh NADH menjadi etanol NAD yang terbentuk akan digunakan untuk glikolisis (Anonym, 2014).

-       Fermentasi Asam Laktat: fermentasi asam laktat adalah fermentasi glukosa yang menghasilkan asam laktat. Fermentasi asam laktat dimulai dengan glikolisis yang menghasilkan asam piruvat, kemudian berlanjut dengan perubahan asam piruvat menjadi asam laktat. Pada fermentasi asam laktat, asam piruvat bereaksi secara langsung dengan NADH membentuk asam laktat. Ada 2 kelompok fermentasi asam laktat, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Fermentasi asam laktat dapat berlangsung ketika pembentukan keju dan yoghurt (Anonym, 2014).







B.    Produk-produk olahan hasil fermentasi
a.       Yoghurt
Gambar 2.5 Fotomikrograf yogurt, memperlihatkan flora microbe, Streptococcus thermophilus dan thermobacterium bulgaricum.
Sumber : (Pelczar & chan,2009:902)
Mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan yoghurt,yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Untuk membuat yoghurt, susu dipasteurisasi terlebih dahulu, selanjutnya sebagian besar lemak dibuang. Prinsip pembuatan yoghurt adalah fermentasi susu dengan cara penambahan bakteri-bakteri Laktobacillus bulgaris dan Streptoccus thermophillus.
Dengan fermentasi ini maka rasa yoghurt akan menjadi asam, karena adanya perubahan laktosa menjadi asam laktat oleh bakteri-bakteri tersebut. Proses fermentasi yoghurt berlangsung melalui penguraian protein susu. Sel-sel bakteri menggunakan laktosa dari susu untuk mendapatkan karbon dan energi dan memecah laktosa tersebut menjadi gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim β-galaktosidase. Proses fermentasi akhirnya akan mengubah glukosa menjadi produk akhir asam laktat.
Laktosa → Glukosa+Galaktosa →Asam piruvat → Asam laktat+CO2+H2O
Adanya asam laktat memberikan rasa asam pada yoghurt. Hasil fermentasi susu ini merubah tekstur susu menjadi kental. Hal ini dikarenakan protein susu terkoagulasi pada suasana asam, sehingga terbentuk gumpalan. Proses ini memakan waktu 1-3 hari yang merupakan waktu tumbuh kedua bakteri, dan bekerja menjadi 2 fasa, kental dan bening encer dan rasanya asam (Cherypa, 2012).

Gambar 2.6 Yoghurt (sumber: Cherypa, 2012)
Gambar 2.7 Teknologi tepat guna yang digunakan dalam produksi yoghurt
sumber: Cherypa, 2012



b.      Roti
Salah satu contoh pemanfaatan mikroorganisme adalah pada pembuatan roti. Mengapa adonan roti mengembang bila dicampur ragi? Hal tersebut dapat terjadi karena dalam respirasinya, ragi memakai cara anaerob, sehingga membentuk alkohol. Bagi ragi, alkohol hanya merupakan limbah. Karbondioksida yang dihasilkan pada peragian alkohol dilepaskan dalam bentuk gelembung-gelembung yang lepas dari cairan atau medium lainnya tempat ragi hidup di dalamnya. Gelembung-gelembung kabondioksida yang dibebaskan inilah yang menyebabkan adonan roti mengembang.
Secara sederhana adonan roti terdiri dari tepung (gandum), air, garam, dan ragi di mana ragi yang paling umum digunakan berasal dari Saccharomyces cerevisiae. Proses fermentasi yang terjadi adalah diubahnya monosakarida dan disakarida menjadi Alkohol dan CO2 serta sedikit suasana asam. Gas CO2 lah yang dapat mengembangkan adonan roti, sedangkan alkohol berfungsi sebagai pemberi aroma roti. Sementara itu, asam hasil fermentasi berfungsi untuk memberikan rasa pada roti serta melunakkan gluten yang terkandung pada biji gandum atau tepung roti (Cherypa, 2012).
c.       Tempe
Mikroba yang sering dijumpai pada laru tempe adalah kapang jenis Rhizopus oligosporus atau kapang dari jenis R. oryzae. Sedangkan pada laru murni campuran selain kapang Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai pula kultur murni Klebsiella. Selain bakteri Klebsiella, ada beberapa jenis bakteri yang berperan pula dalam proses fermentasi tempe diantaranya adalah: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Pediococcus sp., Streptococcus sp., dan beberapa genus bakteri yang memproduksi vitamin B12. Adanya bakteri Bacillus sp pada tempe merupakan kontaminan, sehingga hal ini tidak diinginkan (frenyrizq, 2012).
Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik kapang akan diuraikan menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan. Dengan adanya peningkatan dari nitrogen terlarut maka pH juga akan mengalami peningkatan. Nilai pH untuk tempe yang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Dan juga dalam proses fermentasi karbohidrat dan protein akan dipecah oleh kapang menjadi bagian-bagian yang lebih mudah larut, mudah dicerna dan ternyata bau langu dari kedelai juga akan hilang. Asam amino bebas juga akan mengalami peningkatan dan peningkatannya akan mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72 jam (frenyrizq, 2012).





Gambar 2.8 Proses pembuatan tempe
Sumber: frenyrizq, 2012


C.   Fermentasi Homolaktat (Homofermentatif) dan Heterolaktat (Heterofermentatif).
-       Homofermentatif
Homofermentatif adalah proses fermentasi yang hanya dilakukan oleh satu jenis spesies mikroorganisme saja. Contoh dari fermentasi ini adalah fermentasi tempe, oncom, dan natto.


-       Heterofermentatif
Heterofermentatif adalah proses fermentasi yang dilakukan oleh dua jenis mikroorganisme dari spesies yang berbeda. Contoh dari fermentasi ini adalah fermentasi tape, miso, sake, dan tauco. (Anonym, 2014)
2.5  Ekologi Kerusakan Pangan oleh Mikroba.
Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan perlu dilakukan apabila kita menginginkan bahan makanan tersebut tidak cepat rusak atau cepat menjadi busuk, melainkan menjadi tahan lama. Kerusakan bahan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme terjadi karena mikroorganisme tersebut berkembangbiak dan bermetabolisme sedemikian rupa sehingga bahan makanan mengalami perubahan yang menyebabkan kegunaannya sebagai bahan pangan menjadi terganggu. Proses kerusakan ini dimungkinkan karena bahan makanan memiliki persyaratan untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Dengan demikian, kerusakan bahan makanan dapat terjadi apabila tersedia substrat yang cocok, kemudian bahan makanan itu telah tercemar oleh mikroorganisme dan ada kesempatan bagu mikroorganisme untuk berkembang biak. Usaha pengendalian mikroorganisme dapat dilaksanakan apabila faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan atau perkembangbiakan mikroorganisme telah diketahui sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhinya ialah, faktor intrinsik, faktor ekstrinsik, faktor pengelolahan dan faktor implisit (Yudhabuntara, 2003).

1.    Faktor intrinsik
Faktor intrinsik meliputi pH, aktivitas air (activity of water, aw), kemampuan mengoksidasi-reduksi (redoxpotential, Eh), kandungan nutrien, bahan antimikroba dan struktur bahan makanan. Ukuran keasaman atau pH adalah log10 konsentrasi ion hidrogen. Lazimnya bakteri tumbuh pada pH sekitar netral (6,5 – 7,5) sedangkan kapang dan ragi  pada pH 4,0-6,5 (Yudhabuntara, 2003).
Aktivitas air (aw) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap air solven murni pada temperatur yang sama ( aw = p/po). Ini merupakan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikrobia dalam pangan dan bukan berarti jumlah total air yang terkandung dalam bahan makanan sebab adanya adsorpsi pada konstituen tak larut dan absorpsi oleh konstituen larut (misalnya. gula, garam). Air murni mempunyai  a1,0  dan  bahan makanan  yang sepenuhnya terdehidrasi memiliki aw = 0.
Bakteri Gram negatif lebih sensitif terhadap penurunan adibandingkan bakteri lain. Batas aminimum untuk multiplikasi sebagian besar bakteri adalah 0,90. Escherichia coli membutuhkan aminimum sebesar 0,96, sedangkan Penicillium 0,81. Meskipun demikian aminimum untuk Staphylococcus aureus adalah 0,85 (Yudhabuntara, 2003).
Pertumbuhan mikroorganisme memerlukan air, energi, nitrogen, vitamin dan faktor pertumbuhan, mineral. Air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme ditentukan oleh aw bahan makanan. Sebagai sumber energi, mikroorganisme memanfaatkan karbohidrat, alkohol dan asam amino yang terdapat dalam bahan makanan. Faktor pertumbuhan yang diperlukan adalah asam amino, purin dan pirimidin, serta vitamin. Salmonella typhi memerlukan triptofan untuk pertumbuhannya, sedangkan Staphylococcus aureus memerlukan arginin, sistein dan fenilalanin (Yudhabuntara, 2003).

2.    Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah suhu penyimpanan dan faktor luar lainnya yang pada prinsipnya berhubungan dengan pengaruh atmosferik seperti kelembaban, tekanan gas /keberadaan gas, juga cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet. (Yudhabuntara, Doddi. 2003).
Berdasarkan suhu optimumnya, mikroorganisme dibagi menjadi psikrofil dengan suhu optimum kurang dari + 20 °C, mesofil (+20° s/d + 40 °C) dan termofil (lebih dari +40 °C). Pada suhu minimum terjadi perubahan membran sel sehingga tidak terjadi transpor zat hara. Sebaliknya pada suhu maksimum terjadi denaturasi enzim, kerusakan protein dan lipida pada membran sel yang menyebabkan lisisnya mikroorganisme. Mikroorganisme patogen biasanya termasuk ke dalam kelompok mesofil. Pengaruh suhu rendah pada mesofil adalah inaktivasi dan perubahan struktur protein permease. Kapang mempunyai kisaran pertumbuhan yang lebih luas dibandingkan bakteri, sedangkan ragi mampu tubuh pada kisaran psikrofil dan mesofil. Mikroorganisme juga dapat diklasifikasikan menurut resistensinya terhadap temperatur yang tidak menguntungkan yaitu psikrotrof (tumbuh pada suhu kurang dari + 7 °C) dan termotrof (tumbuh pada suhu lebih dari + 55 °C). (Yudhabuntara, 2003)
Kelembaban lingkungan (relative humidity, RH) penting bagi aw bahan makanan dan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan bahan makanan. Ruang penyimpanan yang memiliki RH rendah akan menyebabkan bahan makanan yang tidak dikemas mengalami kekeringan pada permukaannya dan dengan demikian mengubah nilai aktivitas airnya. Produk bahan makanan yang kering ini bila dibawa ke lingkungan yang lembab (RH tinggi) akan menyerap kelembaban sehingga permukaannya dapat ditumbuhi jamur. Hal yang sama akan terjadi bila bahan makanan yang telah didinginkan dibawa ke lingkungan yang lebih hangat. Hal ini akan menyebabkan kondensasi air di bagian permukaannya. Proses ini penting untuk diperhatikan pada pengepakan produk yang dapat membusuk, karena biasanya ruang pengepakan lebih hangat dibandingkan dengan ruang pendingin, sehingga akan terbentuk lapisan tipis air kondensasi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan aktivitas air yang pada gilirannya dapat mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya cahaya dan sinar ultra violet dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan kerusakan toxin yang dihasilkannya, misalnya pada Aspergillus ochraceus. (Yudhabuntara, 2003)

3.    Faktor pengolahan
Semua proses teknologi pengolahan bahan makanan mengubah lingkungan mikro bahan makanan tersebut. Proses tersebut dapat berupa pemanasan, pengeringan, modifikasi pH, penggaraman, curing, pengasapan, iradiasi, tekanan tinggi, pemakaian medan listrik dan pemberian bahan imbuhan pangan (Yudhabuntara, 2003).
4.    Faktor implisit
Faktor lain yang berperan adalah faktor implisit yaitu adanya sinergisme atau antagonisme di antara mikroorganisme yang ada dalam “lingkungan” bahan makanan. Ketika mikroorganisme tumbuh pada bahan makanan dia akan bersaing untuk memperoleh ruang dan nutrien. Dengan demikian akan terjadi interaksi di antara mikroorganisme yang berbeda. Interaksi ini dapat saling mendukung maupun saling menghambat (terjadi sinergisme atau antagonisme) (Yudhabuntara, 2003).

2.6  Bentuk - Bentuk Kerusakan Bahan Pangan oleh Mikroba
Bermacam- macam mikroba terdapat di dalam udara, di dalam tanah, di dalam debu, di dalam air dan kita sendiri pun membawanya. Untuk memulai proses mereka masing-masing memerlukan beberpa tetes caian yang sedikit mengandung gula sebagai sumber tenaga (Desrosier, 1988:46)
Pada umumnya bahan makanan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan berbagai macam mikroorganisme. Pada keadaan fisik yang menguntungkan, terutama pada kisaran suhu 70C - 600C, organisme akan tumbuh dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam hal penampilan, rasa, bau, serta sifat-sifat lain pada bahan makanan. Proses-proses penguraian ini dapat digambarkan sebagai berikut (Irianto, 2006:182).
a.    Bahan pangan protein + Mikroorganisme proteolitik         Asam amino + Amin + Amonia + Hidrogen sulfide.
b.    Bahan pangan berkarbohidrat + Mikroorganise peragi karbohidrat          Asam + Alkohol Gas.
c.    Bahan pangan berlemak + Mikroorganisme lipotik          Asam lemak + Gliserol
Perubahan yang disebabkan mikroorganisme pada makanan termasuk susu, tidak berbatas pada terbentuknya hasil peruraian saja, tetapi juga dapat berupa hasil sintesis mikroba. Beberapa mikroorganisme membentuk pigmen yang mengubah warna makanan. Ada pula yang dapat mensintesis polisakarida dan menghasilkan lender didalam atau pada makanan (Irianto, 2006:182).
Sebab-sebab utama terjadinya kebusukan dalam makanan ialah adanya pertumbuhan mikrobia, kegiatan-kegiatan enzim yang ada di dalam makanan, reaksi-reaksi kimia, degradasi fisis dan desikasi. Tipe kerusakan suatu jenis makanan terutama tergantung pada luasnya komposisi, struktur, tipe mikrobia yang terlihat dan kondisi penyimpanan makanan tersebut (Desrosier, 1988:48)
a.    Kerusakan pada pangan selain makanan kaleng.
Beberapa contoh kerusakan makanan yang tidak dikalengkan serta beberapa mikroorganisme yang menyebabkannya.
Table 2.4 tipe kerusakan pangan (selain makanan kaleng) serta beberapa contoh organism penyebabnya.

Makanan

Tipe kerusakan
Beberapa mikroorganisme yang terlibat


Roti
Bulukan
Rhizopus nigricans, Penicilium, Aspergillus niger.
Menyerabut
Bacillus substilis



Sirop
Menyerabut
Enterobacter aerogenes
Rasa khamir
Saccharomyces
Zygosaccharomyces
Merah muda
Micrococcus roseus
Bulukan
Aspergillus
Penicillium

Buah-buahan dan sayur-mayur segar
Busuk lemak
Rhizopus
Erwinia
Busuk berkapang kelabu
Botritys
Busuk berkapang hitam
Aspergillus niger
Acar
Lapisan khamir, khamir merah muda
rhodotolura


Daging segar
Pembusukan
Alcaligenes
Clostridium
Proteus vulgaris
Pseudomonas fluorescens
Daging yang di awetkan
Bulukan
Aspergillus
Rhizopus
Penicillium
Rasa asam
Pseudomonas
Micrococcus
Hijau, lender
Lactobacillus
Leuconostoc

Ikan
Berubah warna
Pseudomonas
Pembusukan
Alcaligenes
Flavobacterium


Telur
Busuk hijau
Pseudomonas fluorescens
Busuk tan berwarna
Pseudomonas
Alcaligenes
Busuk hitam
Proteus

Air jeruk pekat
Rasa tidak enak
Lactobacillus
Leuconostoc
acetobacter
Daging unggas
Lendir, bau
Pseudomonas
Alcaligenes
Sumber : Irianto, 2006:183

b.    Kerusakan makanan kaleng
Mikroorganisme yang merusak makanan kaleng dikelompokkan berdasarkan atas tingkat kemasan produk.



Table 2.5  Hubungan kerusakan oleh bakteri dalam makanan kaleng.
Tipe kerusakan
Kelompok Ph
Contoh
Termofilik: asam – datar
5,3 dan lebih tinggi
Jagung, kacang polong
Anaerob termofilik
4,8 dan lebih tinggi
Bayam, jagung
kerusakan oleh sulfide
5,3 dan lebih tinggi
Jagung, kacang polong
Mesofilik: Anaerob putrfaktif
4,8 dan lebih tinggi
Jagung, asparagus
Anaerob butirik
4,0 dan lebih tinggi
Tomat, buah pir
Penyebab asam-datar asidurik
4,2 dan lebih tinggi
Sari tomat
Laktobasillus
4,5 – 3,7
Buah-buahan
Khamir
3,7 dan lebih rendah
Buah-buahan
Kapang
3,7 dan lebih rendah
Buah-buahan
Sumber : Irianto, 2006:185
Karena ketahanannya terhadap panas, bakteri pembentuk spora (spesies-spesies Closetidirium dan Basillus) merupakan kelompok mikroorganisme yang paling penting didalam industry pengalengan makanan. Ketiga tipe kerusakan mikrobiologis terpenting pada makanan yang dikalengkan secara komersial adalah sebagai berikut :
a.    Kerusakan Asam-datar
Kerusakan ini disebabkan karena pembentukan asam. Namun, kalengnya masih mempertahankan penampilan luar yang normal; ujung-ujung kaleng itu tetap datar, karena itu digunakan istilah “asam datar”. Organisme penyebabnya yang umum ialah basillus. Kerusakam terjadi pada makanan yang kurang asam seperti kacang polong atau jagung. Bahan makanan yang asam seperti tomat dapat dirusak oleh pertumbuhan Basillus coagulans, yang menghasilkan lebih banyak asam (Irianto,  2006:185).

b.    Kerusakan AT
Tipe kerusakan ini disebabkan oleh anaerob termofilik karena itu dinamakan “AT”. Bakteri AT ialah Clostridium thermosaccharolyticum. Bakteri ini memfermentasi gula, menghasilkan asam dan gas; setelah beberapa waktu lamanya gas tersebut mengakibkan kaleng membengkak dengn ujung-ujungnya mengelembung. Kerusakan macam ini paling banyak terjadi pada bahan makanan dengan kadar asam rendah seperti kacang polong, jagung, buncis, daging, ikan dan unggas, dan pada bahan makanan dengan kadar asam sedang, seperti bayam, asparagus, bit, dan labu (Irianto, 2006:185).
c.    Kerusakan akibat Sulfida.
Tipe kerusakan ini disebabkan oleh bakteri Desulfotomaculum nigrificans, terutama pada bahan makanan dengan kadar asam rendah. Selama pertumbuhan metabolismenya, bakteri ini menghasilkan hydrogen sulfide. Bau gas ini segera tercium pada waktu membuka sekaleng makanan yang rusak. Bakteri tersebut merupakan termofil obligat, karena itu bila bahan makanan yang diola dengan panas tidak segera didinginkan, termofil ini akan tumbuh (Irianto, 2006:186).
Sedangkan bila ditinjau dari penyebabnya, kerusakan bahan pangan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1.    Kerusakan Mikrobiologis
Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan mentah,  tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun pada bahan hasil olahan. Kerusakan ini sangat merugikan dan kadang-kadang berbahaya bagi kesehatan karena racun yang  diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat.  Bahan yang telah rusak oleh mikroba juga dapat menjadi sumber  kontaminasi yang berbahaya bagi bahan lain yang masih sehat atau segar. Penyebab kerusakan mikrobiologis adalah bermacam-macam mikroba seperti kapang, khamir dan bakteri. Cara perusakannya dengan menghidrolisa atau  mendegradasi makromolekul yang menyusun bahan tersebut menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil (Susuwi, 2009 : 3-4).

2.    Kerusakan Mekanis
Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis. Kerusakan ini terjadi pada: benturan antar bahan, waktu dipanen dengan alat, selama pengangkutan (tertindih atau tertekan) maupun terjatuh, sehingga mengalami bentuk atau cacat berupa memar, tersobek atau terpotong (Susuwi, 2009 : 3-4).

3.    Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik.Misalnya terjadinya “case hardening” karena penyimpanan dalam gudang basah menyebabkan bahan seperti tepung kering dapat menyerap air sehingga terjadi pengerasan atau membatu. Dalam pendinginan terjadi kerusakan dingin (chilling injuries) atau kerusakan beku (freezing injuries) dan “freezer burn” pada bahan yang dibekukan. Sel-sel tenunan pada suhu pembekuanakan menjadi kristal es dan menyerap air dari sel sekitarnya. Pada umumnya kerusakan fisik terjadi bersama-sama dengan bentuk kerusakan lainnya (Susuwi, 2009 : 3-4)

4.    Kerusakan Biologis
Yang dimaksud dengan kerusakan biologis yaitu kerusakan yang disebabkan  karena kerusakan fisiologis, serangga dan binatang pengerat (rodentia). Kerusakan fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme dalam bahan atau oleh enzim-enzim yang terdapat didalam bahan itu sendiri secara alami sehingga terjadi autolisis dan berakhir dengan kerusakan serta pembusukan. Contohnya daging akan membusuk oleh proses autolisis, karena itu daging mudah rusak dan busuk bila disimpan pada suhu kamar (Susuwi, 2009 : 3-4).


5.    Kerusakan Kimia
Kerusakan kimia dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya: “coating” atau enamel, yaitu terjadinya noda hitam FeS pada makanan kaleng karena terjadinya reaksi lapisan dalam kaleng dengan H–S–yang diproduksi oleh makanan tersebut. Adanya perubahan pH menyebabkan suatu jenis pigmen mengalami perubahan warna, demikian pula protein akan mengalami denaturasi dan penggumpalan. Reaksi browning dapat terjadi secara enzimatis maupun non-enzimatis. Browning non-enzimatis merupakan kerusakan kimia yang manadapat menimbulkan warna coklat yang tidak diinginkan (Susuwi, 2009 : 3-4).


  
BAB III
KESIMPULAN
1.    Mikrobiologi pangan adalah suatu ilmu yang mempelajari makhluk hidup yang sangat kecil yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan lensa pembesar atau mikroskop
2.    pentingnya mikroorganisme dalam bahan makanan, yaitu karena adanya mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kerusakan pangan yang mengakibatkan beberapa penyakit tetapi, ada yang digunakan untuk membuat produk olahan khusus.
3.    Bahan makanan alamiah mempunyai mikrobiota normal beberapa diantara dari jasad renik ini berasal dari lingkungan yang masuk kedalam makanan selama penanganan, pengolahan, dan penyimpanan
4.    Sebagian besar bahan makan akan segera dirusak oleh mikroorganisme, kecuali apabila diawetkan, metode pengawetan bahan makanan yaitu dengan cara; penanganan aseptik, penyingkiran mikroorganisme, suhu tinggi, suhu rendah, dehidrasi, menaikan tekanan osmotik, bahan kimia, radiasi.
5.    Fermentasi dibedakan menjadi dua tipe yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat.
6.    Yogurt, tempe, roti merupakan produk olahan hasil fermentasi.
7.    faktor yang mempengaruhi pertumbuhan atau perkembangbiakan mikroorganisme ialah, faktor intrinsik, faktor ekstrinsik, faktor pengelolahan dan faktor implicit.
8.    bila ditinjau dari penyebabnya, kerusakan bahan pangan dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu; kerusakan mikrobiologis, kerusakan mekanis, kerusakan fisik, kerusakan biologis dan kerusakan kimia.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar